Spiga

Senin, 13 Juli 2009

Ramadan, Ajang Penyucian dan Melejitkan Spiritualitas

Ramadan adalah sebuha kerinduan. Kehadirannya selalu menempati posisi pengharapan yang besar di benak umat Islam. Kita bisa saksikan, setiap kali berada di penghujung Ramadan, doa yang terpanjatkan umumnya adalah sama. “Semoga kita diberi kesempatan dapat berjumpa dengan Ramadan berikutnya”. Bagi umat Islam, Ramadan ialah momen yang utama sebagai ajang peleburan dosa-dosa, meningkatkan keimanan dan pencapaian derajat takwa.
Saat ini, momen yang dirindukan itu telah dating. Ramadan, bulan yang penuh muatan inspirator dan motivator umat itu kini mulai kita jalani. Diiringi dengan raut berseri dan penuh harap terpancar dari wajah-wajah kaum muslimin. Sebab, inilah tempat yang utama untuk berhijrah dari segala bentuk belenggu dunia menuju penyucian jiwa yang cemerlang.
Ramadan, bagi seorang muslim ialah sebentuk bulan suci yang khusus dianugerahkan Tuhan kepada umat Muhammad SAW. sebagai pengkal segala pengharapan. Pada bulan ini semua ibdah dilipat gandakan, pintu ampunan dibuka lebar-lebar, dan rahmat serta hidayah Tuhan dilimpah-ruahkan. Maka pantaslah jika klemudian kaum muslimin banyak menaruh pengharapan terbesar di bulan ini.
Biasanya, awal-awal Ramadan merupakan waktu yang mengandung makna signifikan untuk dijadikan pijakan awal dalam memulai langkah. Momen memulia (niat) kalau tidak secara komitmen dan sungguh-sungguh ditata sejak awal, kecil kemungkinan kita dapat melaksanakan ibadah Ramadan secara sempurna. Karena kuat tidaknya niat dapat menjadi tolak ukur untuk menilai kesiapan individu dalam melaksanakan ibdah puasa.
Maka dari itu, ajang menata niat menjadi salah satu pokok penting dalam melaksanakan ibadah di bulan suci Ramadan. Caranya dengan memperbaiki niat dengan penuh ksesediaan, keikhlasan, serta memantapkan hati dan jiwa dalam menggapai kemuliaan puasa menuju tingkatan taqwa. Puasa Ramadan menjadi strating point proses penyadaran hati nurani dan penyucian jiwa dari belenggu-belenggu yang menutupi sifat-sifat ketuhanan dalam diri kita.
Penyucian jiwa
Secara substansial, puasa bukan saja mengekang diri dari makan dan minum di siang hari, tetapi yang paling penting ialah upaya pengekangan diri dari segala bentuk unsure-unsur keberingasan kemanusiaan (belenggu jiwa). Hal ini merupakan langkah pertama dalam memasuki level utama selanjutnya. Yakni, mengangkat kekelaman batin dan menyinarinya dengan sinar-sinar malakuti (ketuhanan). Sehingga, sifat-sifat ketuhanan tersebut dapat termanifestasikan kea rah praksis dengan bentuk perilaku dan akhlak yang luhur.
Kalau kita dalami, jiwa dan hati nurani manusia secara keseluruhan memiliki unsure-unsur kemanusiaan yang sejatinya merupakan jelamaan dari sifat-sifat ketuhanan. Ada nilai-nilai kasih saying, keadilan, kejujuran serta nilai-nilai kemanusiaan lainnya yang terdapat dalam hati nurani dan tabiat kemanusiaan yang hakiki.
Namun, unsure-unsur fitrah manusia itu seringkali terbelenggu dengan sifat-sifat negatif (nafsu) diri manusia. Sifat tersebut menjadi hijab terpancarnya sifat-sifat ketuhanan dari hati ke alam ke jiwaan hingga tak terlihat sama sekali.
Mengapa bisa terjadi demikian, karena jiwa manusia masih dihuni dan dipengaruhi oleh berbagai belenggu. Diantaranya, ada hasratnegatif, subyektifitas emosional yang destruktif, prasangka-prasangka negative dan yang sejenisnya. Sehingga pancaran cahaya melakuti tak dapat bersinar di akibatkan jiwanya telah di kendalikan oleh belenggu tersebut. Karena itu, bulan Ramadhan merupakan kesempatan bagi umatislam untuk ‘membakar’ belenggu-belenggu tersebut menuju penyucian jiwa secara total (fitrahnya).
Ketika ruang jiwa manusia telah terbebas dari belenggu-belenggu tersebut, maka secara sendirinya pancaran cahaya dapat tersibak dan mengambil peranya. Kepekaan hati nurani dan kemanusiaan dalam diri manusia kemudian terdongkrak. Efek puasa dapat mengalir dari level individu ke ranah social. Dengan kata lain, metaforfosis rohani ini akan berdampak pada peningkatan kualitas penghayatan individu terhadap universitas nilai- nilai kemanusiaan.
Proses inilah yang menjadi pokok penyucian jiwa dalam ibadah puasa. Sebuah rangkaian proses tajalli Illahi (pengejawantahan nilai-nilai ketuhanan) dan kemanusian dalam ranah praktis. Ada niali kejujuran bermasssyarakat, kasih saying, empati, kesdilan serta yang lainya.
Melejitkan Spritual
Puasa bukan saja sebagai ajang penyucian jiwa, melainkan estafet dari proses selanjutnya. Yakni sebagai ajang untuk melejitkan nilai-nilai spiritualitas. Ketika penyucian jiwa telah dijalani maka proses berikutnya ialah menyamai kilau-kemilau cahaya Ilahi dalam hati. Menjadi individu yang arkab al-qulub (orang-orang yang telah tercerahkan hati nuraninya) menuju makan taqwa sebagai tujuab puncaknya.
Dalam hal ini, puasa mamiliki makna signifakan bagi terciptanya insane muttqin. Ahmad nadjib Burhani dalam bukunya Islam Dinamis memaknain hal ini sebagai proses kesempurnan jiwa dan ruh. Yaitu, puasa jika dilaksanakan secara kamil (sempurna) pasti akan mewujudekan kesempurnaan khudu’ dan kesempurnaan ta;dhiem, menjauhi diri dari fakhsya’ (kekejian) serta menanamkan dalam jiwanya cinta mesra kepada kebajikan.
Sehingga tadak heran ji9ka dalam menjalankan ibadah puasa, kita sering menemiui orang yang amalan puasa secara tekun namun tidak mamiliki implikasi sama sekali dalam kehidupanya. Tidak merasakan sentuhan-sentuhjan jiwa dan ruh dari belaian-belaian lembut melakuti ketika melaksanakan ibadah puasa. Lebih-lebih jika tidak merasakan kedekatanya dengan Tuhan. Orang seperti ini tidak mamiliki kepekaan rasa spritualitas diakibatka telah mati hatinya.
Untuk itu, marilah kita siapkan lagi secara matang kondisi fisik dan psikis dalam malaksakan segala bentuk ibadah di bulan yang suci ini. Letakkan penghargaan yang sebesar-besarnya, dfengan disertai niat yang tulus dan komitmen agarRamadhan dapat memberi perubahn yang fundamental kea rah yang muttaqin. Jika tidak, Ramadhan kali ini hanyasebatas ritual tahunan dan berlalu begitu saja tanpa ada pengaruh positifnya. Atau sama dengan tahun-tahun yangb lalu.

Oleh: Agus Nur Cahyo.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar